AsriTadda.com
 

Inspirasi Ramadhan: Pelajaran Berharga dari Seorang Anak Kecil

Sesudah Jumatan kemarin, aku masih duduk di teras mesjid di salah satu kompleks sekolah.

Jamaah mesjid sudah sepi, bubar masing-masing dengan kesibukannya.

Seorang nenek tua menawarkan dagangannya, kue traditional.

Satu plastik harganya lima ribu rupiah. Aku sebetulnya tidak berminat, tetapi karena kasihan aku beli satu plastik.

Si nenek penjual kue terlihat letih dan duduk di teras mesjid tak jauh dariku. Kulihat masih banyak dagangannya.

Tak lama kulihat seorang anak lelaki dari komplek sekolah itu mendatangi si nenek. Aku perkirakan bocah itu baru murid kelas satu atau dua.

Dialognya dengan si nenek jelas terdengar dari tempat aku duduk.

“Berapa harganya Nek?”

“Satu plastik kue Lima ribu, nak”, jawab si nenek.

Anak kecil itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari kantongnya dan berkata :

“Saya beli 10 plastik, ini uangnya, tapi buat Nenek aja kuenya kan bisa dijual lagi.”

Si nenek jelas sekali terlihat berbinar2 matanya :

BACA JUGA:  Benarkah Pesepeda adalah Bencana Bagi Ekonomi Negara?

“Ya Allah terima kasih banyak Nak. Alhamdulillah, Allah kabulkan doa saya utk beli obat cucu yang lagi sakit.” Si nenek langsung jalan.

Refleks aku panggil anak lelaki itu.

“Siapa namamu ? Kelas berapa?”

“Nama saya Radit, kelas 2, pak”, jawabnya sopan.

“Uang jajan kamu sehari lima puluh ribu?’”

”Oh .. tidak Pak, saya dikasih uang jajan sama papa sepuluh ribu sehari. Tapi saya tidak pernah jajan, karena saya juga bawa bekal makanan dari rumah.”

“Jadi yang kamu kasih ke nenek tadi tabungan uang jajan kamu sejak hari senin?”, tanyaku semakin tertarik.

“Betul Pak, jadi setiap Jumat saya bisa sedekah Lima puluh ribu rupiah. Dan sesudah itu saya selalu berdoa agar Allah berikan pahalanya untuk ibu saya yang sudah meninggal.”

“Saya pernah mendengar ceramah ada seorang ibu yang Allah ampuni dan selamatkan dari api neraka karena anaknya bersedekah sepotong roti, Pak”, anak SD itu berbicara dengan fasihnya.

BACA JUGA:  Inspirasi: Kisah Sopir Angkot, Ibu Miskin dan Penumpang Budiman

Aku pegang bahu anak itu :

” Sejak kapan ibumu meninggal, Radit?”

“Ketika saya masih TK, Pak”

Tak terasa air mataku menetes:

“Hatimu jauh lebih mulia dari aku Radit, ini aku ganti uang kamu yg Lima puluh ribu tadi ya…”, kataku sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan ke tangannya.

Tapi dengan sopan Radit menolaknya dan berkata:

“Terima kasih banyak, Pak… Tapi untuk keperluan bapak aja, saya masih anak kecil tidak punya tanggungan… Tapi bapa punya keluarga…. Saya pamit pulang dulu Pak”.

Radit menyalami tanganku dan menciumnya.

“Allah menjagamu, Nak ..”, jawabku lirih.

Aku pun beranjak pergi, tidak jauh dari situ kulihat si nenek penjual kue ada di sebuah apotik. Bergegas aku kesana, kulihat si nenek akan membayar obat yang dibelinya.

Aku bertanya kepada kasir berapa harga obatnya. Kasir menjawab : ” Empat puluh ribu rupiah..”

BACA JUGA:  Hari Valentine Islami

Aku serahkan uang yang ditolak anak tadi ke kasir : ” Ini saya yang bayar… Kembaliannya berikan kepada si nenek ini..”

“Ya Allah.. Pak…”

Belum sempat si nenek berterima kasih, aku sudah bergegas meninggalkan apotik. Aku bergegas pergi untuk melanjutkan perjalananku lagi.

Dalam hati aku berdoa semoga Allah terima sedekahku dan ampuni kedua orang tuaku yang sudah meninggal serta anak-anakku yang sedang berjuang menuntut ilmu.

Saudara dan sahabatku, ada kalanya seorang anak lebih jujur dari pada orang dewasa. Ajarkanlah anak-anak kita dari dini tindakan nyata yang bukan teori semata.

Kisah ini dari hamba Allah.

2 KOMENTAR

BERI TANGGAPAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *