Saya lebih suka Pilkada dikembalikan melalui DPRD, tidak usah langsung di rakyat. Toh ini yang paling sesuai dengan Pancasila, khususnya sila ke-4.
Pilkada via DPRD juga sepertinya jauh lebih sedikit MUDHARAT-nya dibanding kalau Pilkada Langsung. Coba lihat sekarang bagaimana polarisasi politik pada lapisan masyarakat dusun, yang pada banyak aspek justru menurunkan produktifitas ekonomi mereka sendiri.
Pilkada lewat DPRD sesungguhnya meningkatkan bargaining power DPRD untuk dapat mengawasi kinerja Kepala Daerah, karena merekalah yang benar-benar mewakili suara rakyat.
Anggota DPRD seharusnya bisa bilang begini ke Bupati: “Eh, Bapak jangan macam-macamlah. Saya yang pilih Bapak lho, dan saya bisa jatuhkan Bapak kalau ada pelanggaran!“, bukan malah berdiri membungkuk-bungkuk saat bertemu Bupati.
Nah, tinggal DPRD yang mesti diperkuat, termasuk para anggota-anggotanya. Mau tak mau, Parpol juga harus berbenah. Untuk ini, saya setuju jika Parpol dibiayai oleh negara sehingga bisa diukur akuntabilitasnya.
Jika dibiayai negara, Parpol bisa lebih fokus pada proses kaderisasi politik, bukan disibukkan mencari Kepala Daerah untuk diangkat sebagai Ketua dan semacamnya. Parpol juga bisa lebih independen melaksanakan fungsi-fungsinya melalui anggota mereka di DPRD.
Soal politik uang, pasti selalu ada celah. Tapi jika Pilkada via DPRD, saya kira lebih mudah diawasi dibanding mengawasi para tim sukses Pilkada langsung di setiap RT/RW seperti saat ini.
Tentu tidak sedikit yang menentang pendapat saya ini. Tidak apa-apa. Inilah demokrasi. Mari berargumentasi.
Setuju sekali pak, hitung-hitung mengurangi biaya politik.
Juga mereduksi konflik horizontal antar pendukung. Selama ini dampak positif Pilkada langsung apa sih, selain mungkin, money politik yang dinikmati oleh rakyat?