AsriTadda.com
 

Pilrek Unhas dan Alarm Matinya Gagasan

SETIAP universitas besar memiliki ruh, dan ruh itu terletak pada gagasan. Universitas Hasanuddin (Unhas) sejak lama berdiri sebagai simbol kebanggaan Indonesia Timur. Dari sinilah lahir ribuan intelektual, profesional, dan pemimpin bangsa.

Universitas Hasanuddin

Dari kampus inilah (seharusnya) mengalir gagasan-gagasan besar yang menginspirasi kebijakan nasional sekaligus memberi arah bagi pembangunan kawasan timur Indonesia. Namun, beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan satu kenyataan getir. Gaung Unhas di tingkat nasional nyaris tak terdengar lagi.

Nama besar universitas ini tidak otomatis menghadirkan pengaruh di panggung kebijakan. Rektor Unhas yang dulu disegani, belakangan sepertinya tidak lagi diperhitungkan dalam percaturan kebangsaan.

Apakah ini sekadar persoalan kapasitas individu yang duduk di kursi rektor? Ataukah ini gejala yang lebih serius—yaitu matinya tradisi gagasan dalam tubuh kampus kita sendiri?

Pilrek yang Kehilangan Ruh Akademik

Pemilihan rektor (Pilrek) adalah momentum penting dalam siklus kehidupan universitas. Seharusnya, inilah forum paling bergengsi bagi civitas akademika untuk memperdebatkan visi, strategi, dan arah masa depan kampus.

Di atas podium, para calon rektor mestinya tampil dengan gagasan segar bagaimana meningkatkan mutu riset, memperluas jejaring internasional, memberi kontribusi nyata pada bangsa, dan memperkuat marwah akademik Unhas.

Sayangnya, idealisme itu semakin jauh dari kenyataan. Pilrek kini lebih sering dipersepsi sebagai ajang lobi politik, transaksi kepentingan, dan tarik-menarik dukungan hingga ke pusat kekuasaan di Jakarta.

Forum gagasan seolah hanya formalitas, sekadar melengkapi berkas, sementara yang menentukan tetaplah siapa punya jaringan lebih kuat.

Di sinilah ruh akademik itu terkikis. Pilrek kehilangan martabatnya sebagai marketplace of ideas dan berubah menjadi arena dagang politik. Gagasan pun mati pelan-pelan. Ini alarm serius yang harus segera disikapi.

Universitas Hasanuddin

Krisis Kepemimpinan Akademik?

Ketika gagasan mati, yang lahir bukanlah pemimpin akademik, melainkan sekadar administrator. Rektor lalu tampil sebagai manajer birokrasi yang sibuk mengatur hal-hal rutin, tetapi kehilangan kapasitas untuk menjadi ikon intelektual.

Padahal, rektor bukan hanya pengelola universitas. Ia adalah wajah kampus, representasi nilai-nilai akademik, sekaligus figur moral yang menentukan posisi Unhas di mata bangsa dan dunia. Lebih dari itu, rektor yang kapabel juga akan menciptakan atmosfer akademik yang nyata terasa di dalam kampus dan di lingkungan sekitarnya.

Di bawah kepemimpinan akademik yang kuat, suasana diskusi, debat, dan penelitian hidup sehari-hari. Mahasiswa terbiasa berpikir kritis, dosen didorong meneliti, publik kota sekitar merasakan denyut intelektual yang keluar dari kampus.

Dengan kata lain, kampus tidak hanya bicara ranking global, tetapi juga menjadi ekosistem pengetahuan yang memberi warna di tengah masyarakat.

Secara akademik, Unhas sejatinya punya modal kuat. Dalam QS World University Rankings 2026, Unhas berhasil menembus peringkat 951–1000 dunia, bahkan naik ke peringkat 11 nasional—lebih cepat dari target 2028.

Publikasi terindeks Scopus kita mencapai peringkat 4 nasional, Fakultas Kedokteran masuk top 7 nasional, dan BAN-PT memberi predikat Akreditasi Unggul.

Namun, prestasi di atas kertas itu tidak otomatis menjadikan Unhas pusat perhatian nasional, apalagi internasional. Tanpa pemimpin akademik yang visioner, capaian itu hanya sekadar angka, bukan pengaruh.

Unhas bisa saja berperingkat tinggi, tapi jika gagasan-gagasan akademiknya tidak mengalir ke publik, masyarakat sekitar kampus tetap merasa asing dengan dunia akademik. Apatah lagi yang jauh dari kampus.

Civitas Akademika Harus Gelisah!

Inilah saatnya civitas akademika Unhas gelisah. Karena jika kita membiarkan Pilrek terus berjalan tanpa gagasan, kita sedang menyetujui kemunduran kampus kita sendiri.

Dosen-dosen yang punya kapasitas harus berani tampil, tanpa gentar oleh tekanan atau skema politik yang mengkerdilkan.

Mahasiswa harus menuntut transparansi, meminta debat terbuka, menolak Pilrek yang hanya jadi formalitas. Alumni perlu bersuara lantang, mengingatkan bahwa nama besar Unhas di pundak rektor bukan sekadar simbol, tetapi tanggung jawab historis.

Dan yang paling penting adalah Senat Universitas tidak boleh lagi menutup mata. Mereka harus menegakkan standar obyektif, menimbang calon rektor berdasarkan visi, rekam jejak akademik, dan keberanian intelektual, bukan semata berdasarkan dukungan politik.

Mahasiswa Unhas

Hidupkan Kembali Ruh Akademik

Unhas hanya akan kembali diperhitungkan di tingkat nasional dan internasional jika dipimpin oleh rektor yang lahir dari perdebatan gagasan, bukan dari kompromi politik.

Kita tidak butuh rektor yang sekadar pandai mengelola anggaran atau membangun gedung baru. Kita butuh rektor yang sanggup menciptakan ekosistem akademik yang hidup, yang suaranya didengar masyarakat, dan gagasannya diperhitungkan bangsa.

Rektor yang disegani bukan karena kekuatan politik di belakangnya, melainkan yang punya kharisma sebenarnya sebagai pemimpin perubahan peradaban dalam bingkai akademik.

***

Pilrek mendatang adalah momentum penting. Di sinilah kita menentukan apakah Unhas akan terus redup, atau kembali menjadi mercusuar ilmu pengetahuan di Indonesia Timur. Bukan sekadar soal siapa yang bakal duduk di kursi rektor.

Pilrek nanti jadi pertaruhan masa depan kampus legendaris ini. Jika gagasan mati dalam Pilrek, maka mati pula marwah akademik Unhas. Tetapi jika gagasan kembali hidup, kita bisa berharap Unhas kembali menjadi pusat pencerahan, sumber solusi, dan mercusuar peradaban.

Civitas akademika Unhas, saatnya kita bangun kesadaran bersama bahwa seorang rektor bukan sekadar pejabat kampus, tapi ikon dunia akademik.

Mari dukung calon rektor yang mampu menghidupkan atmosfer akademik di dalam kampus, dirasakan oleh masyarakat, dan diperhitungkan di panggung nasional maupun internasional. Calon rektor yang bakal bikin kita bangga sebagai alumni kampus merah!

Iman, Ilmu, Amal Padu Mengabdi

Makassar, 30 Agustus 2025
Asri Tadda, alumni Unhas.

BERI TANGGAPAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *