Gagasan dalam tulisan ini muncul antara bulan Agustus – September 2006 ketika saya masih aktif sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Unhas, hasil dari beberapa kali diskusi sore bersama Kak Alwi Rahman di Lephas. Alhamdulillah, arsipnya masih tersimpan rapi karena pernah terbit di salah satu website dan awet hingga kini.
Sengaja saya menerbitkan kembali gagasan ini karena melihat dinamika pembentukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Universitas Hasanuddin yang tak kunjung terwujud. Selalu saja ada masalah yang mengganjal setiap ikhtiar mewujudkannya, padahal kehadiran BEM Universitas adalah sebuah langkah strategis dalam pergerakan mahasiswa.
Multilevel Student Movement
Beberapa dekade terakhir, dunia menunjukkan perkembangan global yang, sesungguhnya dipikirkan untuk, memudahkan hidup ummat manusia. Meskipun juga tidak bisa dipungkiri realitas negatif dari perkembangan tersebut sebagai bias dari pembangunan.
Berbagai perkembangan yang dimaksud adalah misalnya perubahan paradigma pembangunan ke arah pembangunan yang berwawasan kesehatan lingkungan, gerakan bangsa-bangsa maju dalam pengentasan kemiskinan global dan upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kelas menengah ke bawah yang tersebar hampir di seantero dunia.
Selain itu, terlepas dari beragama kepentingan politis dan ideologis di baliknya, saat ini pertumbuhan demokrasi juga tengah berlangsung pesat, terutama dimotori negara-negara benua Eropa dan Amerika, dengan memberi proporsi lebih besar untuk pengembangan dunia ketiga.
Konsepsi demokrasi yang diperluas menjadi tema kajian yang cukup menarik untuk disimak lebih lanjut. Munculnya gagasan besar Unifikasi Eropa dan terakhir adalah Uni Asia-Australia, merupakan kelanjutan pengembangan gagasan terpadu menuju kehidupan dunia yang lebih egaliter dalam frame interkoneksitas.
Perubahan konstelasi politik dan sosiso-demografis di banyak belahan dunia telah melahirkan kesadaran komunal untuk menggunakan system yang disebut sebagai Multilevel Government, sebuah gambaran kehidupan berkebangsaan yang menekankan pada relasi mutualisme antar negara-negara sepaham pada sebuah kawasan geografis terpadu.
Memang jika melihat tantangan ke depan bagi bangsa-bangsa yang memiliki beragam kekhasan tersendiri, model Multilevel Government (MLG) ini menjadi alternatif yang cukup akomodatif untuk tetap mempertahankan eksistensi suatu komunitas bangsa di tengah derasnya perkembangan globalisasi saat ini.
Menggunakan model MLG – meskipun rentan dikatakan mirip dengan model MLM yang tengah ngetrend saat ini – mengantarkan kita pada sebuah dinamika baru berkehidupan yang secara sosiologis sesungguhnya dapat dijadikan contoh untuk merajut mutual-simbiosis komunitas-komunitas sepaham pada banyak tempat dan kondisi.
Tidak terkecuali dalam kehidupan kemahasiswaan yang dikenal memiliki kecakapan dialektis yang relatif dinamis. Dunia kemahasiswaan sebagai sebuah “proses”, atau dengan istilah lain – meminjam ungkapan Asta Qauliyah – sebagai “aquarium citra diri”, merupakan fase non-statik yang kita jalani.
Karena itulah maka dalam dunia kemahasiswaan, inisiatif akan perubahan dan sikap yang anti-kemapanan menjadi ikon yang seharusnya selalu dapat ditegakkan, tidak terkecuali dalam berbagai mekanisme internalnya, baik yang mewakili metodologi pergerakan maupun pada system peremajaan (baca: kaderisasi) yang menjadi jantung kemahasiswaan.
Perubahan paradigma masyarakat kita dewasa ini, selain harus dimaknai sebagai upaya adaptif terhadap derasnya serangan global yang masuk dalam rumah-rumah hidup mereka, juga mesti dijadikan sebagai sebuah warning point untuk sedapat mungkin kita menyusun serangkaian upaya antisipasi atas segala kemungkinan yang dapat meruntuhkan idealitas-idealitas dan nilai./norma lokal yang telah tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Sebagai sebuah proses dan aquarium citra diri, hidup bermahasiswa menuntut kita untuk secara arif dan selektif, menyusun langkah-langkah strategis meningkatkan “imunitas ideologis” agar tetap dapat melanggengkan peran sebagai “agent of change”, “agent of social control”, dan sejumlah amanah mulia lainnya.
Pelajaran demokrasi, seperti yang tengah berkembang di belahan Eropa dan Amerika, pada prinsipnya mesti dipahami sebagai sebuah ikhtiar dalam mengawal proses berkehidupan supaya tetap egaliter, humanis dan mengedepankan pada kepentingan moral dan keadilan terhadap sesama manusia.
Pada beberapa waktu terakhir, harus dimahfumi jika gerakan mahasiswa sementara mengalami titik nadir, jika tidak enak disebut “vakum”, sebagai akibat ketidakseimbangan kekuatan internal perkembangan yang dihadapkan dengan serangan globalisasi yang perlahan masuk pada wilayah-wilayah personal diri mahasiswa.
Dari sini dapat ditarik benang merah mengapa sikap kritik mahasiswa yang dulu pernah “garang” kini memudar, seiring dengan semakin meningkatnya budaya hedonisme dan sikap poitik-pragmatis di kalangan mahasiswa.
Jika dianalisa lebih dalam, beberapa realitas secara terang telah menunjukkan betapa “metodologi” pergerakan mahasiswa yang secara substansial tidak pernah berubah sejak dahulu, kini tidak lagi menjumpai relungnya.
Dengan demikian, maka tidak bisa dinafikkan bahwa, gerakan mahasiswa kini sudah saatnya “memoles diri” sebagai upaya “adaptif ideologis” untuk tetap dapat merespons segala perkembangan yang terjadi tetapi tidak juga menyurutkan nilai-nilai idealitas yang selama ini dijunjung tinggi.
Dalam konteks ini, menjadi urgen memikirkan adaptasi metodologi pergerakan, dengan terutama tidak lagi secara egosentris mengkotak-kotakkan diri pada lokus-lokus kecil yang hanya disekati oleh dinding-dinding fakultatif, tetapi secara perlahan harus mulai membuka diri terhadap kemungkinan “kolaboratif”, tetapi dalam frame “interkoneksitas”, yang barangkali bisa diawali melalui pendekatan kesamaan disiplin keilmuan. Pendekatan seperti ini, jika tak berlebih dapat kita istilahkan sebagai model “Multilevel Student Movement” (MSM).
Ide ini akan berarti lebih jika kita juga bisa memahami prediksi bahwa ke depan –meskipun juga memang tidak boleh dinafikkan pentingnya komprehensifitas gerakan, tanpa memandang perbedaan disiplin keilmuan mahasiswa– gerakan mahasiswa akan berlangsung berdasarkan disiplin profetik sehingga relatif lebih fokus dan “mengerti betul akar persoalan”, berbeda dengan model gerakan sebelumnya yang cenderung “sapu rata”.
Untuk komprehensifitas gerakan, maka level Multilevel Student Movement ini dapat diterapkan untuk tingkat lebih tinggi, mungkin saja antar kesatuan (unifikasi) disiplin profesi keilmuan yang ada.
Untuk skala lokal, sekaligus sebagai pilot project, kita bisa memulai ikhtiar ini berdasarkan kompleks-kompleks disiplin keilmuan yang ada dalam sebuah Universitas. Di Unhas, kita bisa memulai pada wilayah disiplin ilmu kesehatan, dalam sebuah kesatuan komunal yang andragogik, kemudian mengenalinya sebagai “Uni Medis Unhas” atau kita bisa memberinya nama lain yang lebih pas.
Konsep Uni Medis Unhas (UMU)
Uni Medis Unhas (UMU) merupakan sebuah “super-struktur informal” yang secara komunal diakui dan eksistensinya dipandang sebagai “struktur koordinatif kesatuan”, menjadi acuan dalam kehidupan kemahasiswaan di Medis Kompleks Unhas.
Sebagai “super-struktur” yang sifatnya informal, maka Uni Medis Unhas (UMU) tidak memiliki garis struktural maupun koordinatif secara langsung dengan lembaga-lembaga birokrasi fakultas, tetapi secara aktif berkordinasi dengan lembaga-lembaga kemahasiswaan di masing-masing fakultas.
Tetapi karena kehadirannya yang belakangan, Uni Medis Unhas (UMU) tidak akan mengintervensi otonomi internal Lembaga Kemahasiswaan Fakultas, tetapi dengan modal “kesepahaman visi” dan “keberterimaan demokratis antar-komunitas fakultas”, maka Uni Medis Unhas (UMU) dapat saja memegang peran strategis “menyelenggarakan” aktivitas kemahasiswaan, tetapi dalam skala yang lebih luas dari lingkup fakultas.
Uni Medis Unhas (UMU) dalam perjalanannya nanti akan mengedepankan “politik pembauran”, yang berangkat dari pahaman bahwa kesatuan disiplin profetik kesehatan kini menjadi prasyarat utama penyelengaraan pembangunan dan pelayanan kesehatan masa depan.
Artinya, interaksi yang diharapkan lahir dari proses-proses dalam aktivitas Uni Medis Unhas (UMU) lebih mengedepankan pada upaya membangun sebuah “generasi baru kesehatan” yang egaliter dan memiliki paradigma kesehatan yang komprehensif.
Dalam implementasinya, konsep Uni Medis Unhas (UMU) dapat kita terjemahkan secara fleksibel, tetapi setidaknya tidak menghilangkan unsur-unsur “kebermahasiswaan”, seperti adanya struktur kepengurusan, hak dan wewenang serta beberapa hal teknis lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, secara politis Uni Medis Unhas (UMU) dapat berproliferasi menjadi sebuah model Pemerintahan Mahasiswa Kesehatan Unhas dengan menstrukturkan diri berdasarkan konsep “Trias Politika”, yakni adanya lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Dalam kaitannya dengan relasi eksternal dan eksistensinya dalam lingkup regional Unhas, maka Uni Medis Unhas (UMU) secara terus-menerus mesti menggelindingkan wacana unifikasi mahasiswa Unhas dengan pendekatan Multilevel Student Movement (MSM), dengan membantu/memfasilitasi terbentuknya “superstruktur-superstruktur informal” pada disiplin keilmuan/profetik lainnya, misalnya Uni Agro Kompleks, Uni Exact dan Uni Sosec.
Pada akhirnya, untuk konteks ke-Unhas-an, maka afiliasi strategis maupun aliansi taktis antar masing-masing Uni Kompleks Keilmuan seperti ini, secara otomatis akan melahirkan Uni Mahasiswa Unhas/Mahasiswa Unhas Bersatu.
Positifnya adalah telah adanya struktur-struktur koordinatif yang telah mengakar pada masing-masing kompleks keilmuan/profetik, sehingga wilayah-wilayah koordinatif untuk regional Unhas menjadi lebih sederhana dan relatif mudah dilakukan.
Tujuan pembentukan Uni Medis Unhas (UMU) adalah :
- Menyatukan gerakan mahasiswa kesehatan Unhas secara khusus dan gerakan mahasiswa Unhas secara umum
- Mengembangkan struktur-struktur alternatif sebagai medium/jenjang kaderisasi mahasiswa kesehatan Unhas
- Mengkondisikan pembauran dan relasi interkoneksitas antar mahasiswa kesehatan Unhas dengan secara perlahan meniadakan sekat-sekat profetik masing-masing (reduksi arogansi profesi)
- Menjadi media pembelajaran demokrasi bermahasiswa
- Menyokong upaya Unifikasi Mahasiswa Unhas/Mahasiswa Unhas Bersatu
Beberapa strategi utama untuk mewujudkan Uni Medis Unhas (UMU) diwujudkan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :
- Pra Wacana
- Pengembangan Wacana dan Sosialisasi Konsep
- Rembug Awal Medis Kompleks
- Pembentukan Badan Pekerja Uni Medis Unhas (UMU)
- Rembug Evaluasi Konsep
- Pembentukan Uni Medis Unhas (UMU)
- Pengawalan dan Evaluasi Melekat
Pelaksanaan tahapan-tahapan di atas secara prinsipiil mesti dijalankan dengan ketentuan-ketentuan :
- Otonomi Lembaga Kemahasiswaan Fakultas tidak boleh diganggu
- Senantiasa mengupayakan berlangsungnya “pembauran” antar disiplin profesi
- Segala keputusan strategis yang akan diambil harus dilangsungkan dalam suasana demokratis dan sedapat mungkin dilakukan secara kekeluargaan
- Segala hal yang menyangkut teknis persiapan hingga penyelenggaraan pembentukan diputuskan secara bersama antar lembaga-lembaga kemahasiswaan fakultas dan Badan Pekerja Uni Medis Unhas (UMU)
Model Struktur Keorganisasian
Struktur Uni Medis Unhas (UMU) sekurang-kurangnya terdiri atas :
A. LEMBAGA EKSEKUTIF
Dipimpin oleh seorang Presiden (Disebut : Presiden Mahasiswa Kesehatan Unhas) yang dipilih dari dan oleh Mahasiswa Kesehatan anggota Uni Medis Unhas (UMU) dengan ketentuan-ketentuan tersendiri yang akan diatur oleh Parlemen Mahasiswa Uni Medis Unhas (UMU). Kedudukan Presiden Uni Medis Unhas (UMU) merupakan Jabatan Personal sekaligus sebagai sebuah Institusi.
Tugas Presiden Uni Medis Unhas (UMU) adalah mengkoordinasikan badan-badan penyelenggara aktivitas kemahasiswaan yang berada di bawah struktur Uni Medis Unhas (UMU).
Badan Penyelenggara Aktivitas Kemahasiswaan (BPAK) di Uni Medis Unhas (UMU) bertugas menyelenggarakan aktivitas kemahasiswaan setingkat Uni Medis Unhas (UMU). Aktivitas tersebut dikategorikan dalam :
1. Keolahragaan
2. Seni Budaya
3. Keilmuan, Penalaran dan Pengkajian Kesehatan
4. Jurnalistik dan Pers Mahasiswa
5. Kemahasiswaan
6. Sosial Kemasyarakatan
Secara teknis, Badan Penyelenggara Aktivitas Kemahasiswaan yang bisa dibentuk misalnya:
1. Badan Liga Sepakbola Mahasiswa Kesehatan Unhas
2. Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Kesehatan Unhas
3. Badan Seni Budaya Mahasiswa Kesehatan Unhas
4. Pusat Kajian Kesehatan
5. Badan Diklat Mahasiswa Kesehatan Unhas, dsb.
B. LEMBAGA LEGISLATIF
Untuk menyeimbangkan pelaksanaan kerja-kerja Eksekutif, maka di tingkat Uni Medis Unhas (UMU) dapat dibentuk sebuah Parlemen Mahasiswa Kesehatan Unhas yang beranggotakan Mahasiswa Kesehatan Unhas yang dipilih melalui mekanisme pemilihan khusus (ditetapkan kemudian).
Selain fungsi legislasi, maka tugas Parlemen Mahasiswa Kesehatan Unhas adalah mengawasi pelaksanaan aturan-aturan organisasi UMU oleh Presiden UMU.
C. DEWAN PENASEHAT
Struktur ini dapat dipandang sebagai struktur Pseudo-judikatif, yang dalam melaksanakan tugasnya lebih banyak mengedepankan pada implementasi apsek normatif dan etika profetik dalam interaksi UMU.
***
Model Uni-Medis Unhas adalah sebuah prototipe yang dapat dikembangkan di Unhas saat ini. Jadi setiap wilayah kompleks keilmuan dapat dikreasi untuk mewujudkan super-struktur semisal UMU ini sehingga ketika setiap kompleks keilmuan telah memilikinya, maka mewujudkan BEM Unhas bukan lagi persoalan sulit.
Bagaimana menurut ta’?