AsriTadda.com
 

Kemiskinan di Sulsel; Paradoks di Tengah Keberlimpahan

Di desa, angka kemiskinan menurun. Tapi di kota, jumlah orang miskin justru bertambah. Fenomena ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Sulsel bukan hanya soal kurang pangan—melainkan ketimpangan, infrastruktur, dan akses yang timpang.

Ilustrasi Kemiskinan

SULAWESI SELATAN dikenal sebagai salah satu lumbung pangan nasional, dengan produksi beras, jagung, dan hasil perikanan yang melimpah. Namun, di balik keberlimpahan tersebut, tersimpan ironi: masih banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada September 2024, jumlah penduduk miskin di Sulsel mencapai 711,77 ribu jiwa atau 7,77% dari total populasi.

Meskipun angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,29 persen poin dibandingkan Maret 2024, yang tercatat sebesar 8,06% atau 736,48 ribu jiwa , namun fenomena ini tetap menjadi paradoks di tengah potensi ekonomi daerah.

Menariknya, penurunan angka kemiskinan lebih signifikan terjadi di wilayah perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan menurun dari 516,83 ribu orang pada Maret 2024 menjadi 483,17 ribu orang pada September 2024. Sebaliknya, di perkotaan, jumlah penduduk miskin justru meningkat dari 219,65 ribu menjadi 228,59 ribu orang dalam periode yang sama.

Kenaikan angka kemiskinan di perkotaan ini mencerminkan tantangan baru, seperti urbanisasi yang tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja dan infrastruktur yang memadai.

Sementara itu, penurunan di perdesaan bisa jadi hasil dari program-program pemberdayaan masyarakat desa yang lebih efektif, seperti bantuan langsung tunai dan pelatihan keterampilan.

Garis kemiskinan di Sulsel pada September 2024 tercatat sebesar Rp467.991 per kapita per bulan, dengan komposisi kebutuhan makanan sebesar Rp350.315 (74,68%) dan non-makanan sebesar Rp117.676 (25,32%).

Rata-rata rumah tangga miskin memiliki 5,36 anggota, sehingga total kebutuhan minimal per rumah tangga mencapai Rp2.508.432 per bulan. Angka ini menunjukkan bahwa banyak keluarga masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar, terutama di tengah inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.

Ironi di Tengah Kelimpahan

Sebagai salah satu lumbung pangan utama di Indonesia, memiliki potensi agrikultur dan perikanan yang luar biasa. Kabupaten seperti Maros, Barru, dan Sidrap dikenal sebagai penghasil padi, jagung, dan komoditas hortikultura yang melimpah. Laut Sulsel juga kaya dengan hasil tangkapan nelayan yang berkontribusi besar terhadap kebutuhan protein masyarakat lokal maupun nasional.

Namun, kelebihan ini justru menciptakan paradoks sosial-ekonomi yang tajam. Bagaimana mungkin wilayah yang menghasilkan pangan berlimpah masih menyimpan angka kemiskinan yang signifikan?

Kenyataan ini bukan semata-mata soal angka, melainkan cerminan dari masalah struktural yang berakar kuat di sistem produksi, distribusi, dan akses sosial-ekonomi masyarakat.

1) Ketimpangan Rantai Nilai dan Keuntungan Petani-Nelayan

Petani dan nelayan Sulsel seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam rantai nilai produksi pangan. Mereka menerima harga yang relatif rendah untuk hasil produksi mereka karena adanya tengkulak, perantara, dan biaya distribusi yang tinggi.

Ketergantungan pada sistem pasar tradisional yang kurang transparan ini membuat keuntungan yang diperoleh petani dan nelayan sangat terbatas.

Selain itu, keterbatasan akses terhadap teknologi pertanian dan perikanan modern membuat produktivitas mereka belum optimal. Banyak petani masih mengandalkan metode konvensional yang rentan terhadap perubahan iklim dan hama, sehingga hasil panen tidak selalu stabil dan berkelanjutan.

2) Distribusi yang Tidak Merata dan Infrastruktur Terbatas

Meskipun produksi pangan tinggi, distribusi ke daerah-daerah yang membutuhkan masih menghadapi hambatan. Infrastruktur transportasi yang belum merata menjadi kendala utama. Jalan rusak, jembatan yang belum memadai, dan akses wilayah yang sulit membuat biaya logistik membengkak, mengurangi daya beli masyarakat di daerah yang lebih terpencil.

Hal ini menimbulkan situasi di mana daerah penghasil pangan justru menghadapi masalah kelangkaan dan mahalnya harga bahan pokok, sedangkan wilayah perkotaan menghadapi masalah kemiskinan yang semakin meningkat. Kondisi ini menciptakan kesenjangan yang ironis dalam akses pangan yang seharusnya menjadi kebutuhan paling dasar.

3) Akses Terbatas pada Pendidikan dan Kesehatan

Kemiskinan di Sulsel juga diperparah oleh akses yang tidak merata terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Di beberapa daerah, terutama yang jauh dari pusat kota, kualitas sekolah dan fasilitas kesehatan masih sangat minim.

Pendidikan yang rendah berdampak pada rendahnya keterampilan dan produktivitas tenaga kerja, sehingga membatasi peluang mereka mendapatkan pekerjaan yang layak dan penghasilan yang cukup.

Sementara itu, akses kesehatan yang buruk meningkatkan risiko penyakit yang mempengaruhi produktivitas dan pendapatan keluarga miskin. Beban biaya pengobatan dan perawatan juga sering menjadi penyebab jatuhnya keluarga ke jurang kemiskinan.

4) Urbanisasi dan Migrasi yang Tidak Terencana

Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat di Sulsel membawa masalah baru. Banyak penduduk dari daerah perdesaan berpindah ke kota mencari pekerjaan dan kehidupan lebih baik. Namun, keterbatasan lapangan kerja, tingginya biaya hidup, dan kurangnya perumahan layak menyebabkan banyak dari mereka tinggal di kawasan kumuh dengan akses layanan publik yang minim.

Urbanisasi yang tidak terencana ini memicu lonjakan angka kemiskinan di perkotaan, memperlihatkan dinamika kemiskinan yang berbeda dari perdesaan namun sama seriusnya.

5) Dampak Perubahan Iklim dan Krisis Lingkungan

Perubahan iklim yang mempengaruhi pola musim dan cuaca membawa dampak besar bagi sektor pertanian dan perikanan. Kekeringan, banjir, dan kerusakan ekosistem laut mengancam produktivitas pangan dan mata pencaharian masyarakat Sulsel.

Ketidakpastian cuaca memperburuk kondisi ekonomi petani dan nelayan yang sudah rentan, sehingga mereka lebih sulit keluar dari kemiskinan tanpa adanya dukungan mitigasi dan adaptasi yang memadai dari pemerintah dan pemangku kepentingan.

Solusi Berkelanjutan, Meretas Jalan Keluar dari Kemiskinan

Menghadapi ironi kemiskinan di tengah kelimpahan sumber daya, Sulawesi Selatan membutuhkan solusi berkelanjutan yang bukan hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga transformasional. Pendekatan holistik yang melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan harus menjadi prioritas.

Berikut beberapa strategi kunci yang perlu dijalankan:

1) Peningkatan Infrastruktur yang Merata dan Terintegrasi

Peningkatan infrastruktur yang merata dan terintegrasi dapat dilakukan melalui:

Pembangunan Jalan dan Jembatan Strategis

Pemerintah harus memprioritaskan pembangunan dan perbaikan infrastruktur transportasi di daerah-daerah terpencil dan penghasil pangan. Jalan yang lancar dan jembatan yang kokoh tidak hanya memudahkan akses petani dan nelayan ke pasar, tetapi juga mempercepat distribusi barang dan jasa.

Pengembangan Fasilitas Pasar dan Penyimpanan

Pembangunan pasar tradisional yang representatif, fasilitas cold storage untuk hasil perikanan dan produk pertanian, serta fasilitas logistik dapat mengurangi kerusakan produk dan meningkatkan daya tawar produsen.

Konektivitas Digital

Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi juga harus diperluas untuk memberikan akses informasi pasar, teknologi pertanian terbaru, dan peluang pemasaran digital bagi petani, nelayan, dan pelaku UMKM.

2) Pemberdayaan Ekonomi Lokal dengan Pendekatan Inklusif

Dilakukan melalui beberapa program, diantaranya:

Pelatihan Keterampilan dan Manajemen Usaha

Memberikan pelatihan yang fokus pada peningkatan kapasitas petani, nelayan, dan pelaku UMKM dalam hal teknik produksi yang efisien, pengelolaan keuangan, pemasaran, serta penggunaan teknologi tepat guna.

Fasilitasi Akses Modal dan Kredit Mikro

Mempermudah akses modal usaha dengan bunga rendah melalui lembaga keuangan mikro, koperasi, atau program pemerintah yang mendukung usaha kecil dan menengah agar mereka mampu mengembangkan bisnisnya.

Penguatan Kelompok Tani dan Nelayan

Mendorong pembentukan kelompok atau koperasi yang solid agar petani dan nelayan dapat melakukan produksi secara kolektif, memperkuat posisi tawar, serta berbagi sumber daya dan informasi.

3) Reformasi Sistem Distribusi dan Rantai Pasok

Sistem distribusi dan rantai pasok dapat diubah melalui pendekatan-pendekatan berikut ini:

Pemangkasan Rantai Distribusi

Mendorong mekanisme pemasaran langsung dari produsen ke konsumen, misalnya melalui pasar digital, kemitraan dengan supermarket, atau program pengadaan pangan pemerintah. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan petani dan nelayan sekaligus menurunkan harga jual di konsumen.

Pengaturan Harga dan Subsidi Tepat Sasaran

Pemerintah perlu melakukan regulasi harga dan subsidi yang tepat untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok tanpa memberatkan produsen maupun konsumen.

Pengembangan Sistem Logistik yang Efisien

Investasi pada sistem logistik yang modern dan terintegrasi akan menurunkan biaya distribusi dan mengurangi kerugian akibat produk rusak atau terlambat sampai pasar.

4) Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Investasi SDM

Kualitas pendidikan dan kesehatan memegang peranan penting dalam mengentaskan kemiskinan. Sebagai invstasi, perbaikan kualitas SDM dapat dilakukan melalui:

Perluasan Akses dan Peningkatan Mutu Pendidikan

Meningkatkan kualitas dan akses pendidikan di daerah terpencil dengan membangun sekolah, menambah tenaga pendidik, serta memperkuat kurikulum yang relevan dengan kebutuhan lokal dan perkembangan teknologi.

Peningkatan Layanan Kesehatan Dasar

Memperkuat fasilitas kesehatan primer dan program promotif-preventif agar masyarakat dapat memperoleh layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas, sehingga meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Program Pendidikan Keluarga dan Kesadaran Gizi

Melakukan edukasi kepada keluarga miskin tentang pentingnya gizi seimbang dan pola hidup sehat untuk mencegah stunting dan penyakit yang dapat menghambat perkembangan sumber daya manusia.

Perlu Sinergi Multisektor

Keberhasilan solusi ini sangat tergantung pada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, lembaga pendidikan, serta partisipasi aktif masyarakat.

Kolaborasi ini perlu diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, pengawasan transparan, dan pelibatan komunitas lokal sebagai motor penggerak perubahan.

Dengan komitmen dan aksi nyata, Sulawesi Selatan dapat menghapus ironi kemiskinan di tengah kelimpahan, mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan bagi seluruh warganya. (*)

Makassar, 27 Mei 2025
Asri Tadda (Ketua DPW Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan)

___________________

Daftar Pustaka

  1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi, Maret dan September 2024. Tersedia di: https://www.bps.go.id
  2. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. (2024). Profil Kemiskinan di Sulawesi Selatan September 2024. Makassar: BPS Sulsel.
  3. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2022). Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Tersedia di: http://litbang.pertanian.go.id
  4. UNDP Indonesia. (2021). Human Development Report: Multidimensional Poverty in Indonesia. Jakarta: United Nations Development Programme.
  5. Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN). (2020). Strategi Pengembangan Ekonomi Berbasis Pangan dan Perdesaan. Jakarta: KEIN.
  6. World Bank. (2023). Indonesia Economic Prospects: Growth Amid Uncertainty. Washington, D.C.: The World Bank Group.
  7. (2021). Social Protection System Review of Indonesia. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development.
  8. Food and Agriculture Organization (FAO). (2020). The State of Food Security and Nutrition in the World. Roma: FAO.
  9. Kementerian PPN/Bappenas. (2023). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024: Pembangunan Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: Bappenas.
  10. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). (2022). Peta Jalan Pengurangan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia 2021–2024. Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden RI.

BERI TANGGAPAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *