Tana Luwu yang saat ini meliputi 3 wilayah Kabupaten dan 1 Kota sesungguhnya punya potensi dan sumber daya yang cukup memadai untuk menjadi sebuah wilayah propinsi.
Hanya saja, keinginan yang sudah cukup lama didengungkan oleh Wija to Luwu ini harus terhenti karena adanya kebijakan moratorium pembentukan daerah otonomi baru (kabupaten/propinsi).
Moratorium DOB merupakan keputusan pemerintah sejak era SBY dan tetap dilanjutkan hingga kini dengan berbagai pertimbangan, salah satunya soal ketiadaan anggaran untuk daerah yang baru dimekarkan.
Padahal, pembentukan daerah otonom baru merupakan perintah UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Sayangnya, landasan hukum pemekaran yaitu PP tentang Penataan Daerah dan PP tentang Desain Besar Penataan Daerah tak kunjung disahkan oleh pemerintah, meskipun draftnya sudah selesai bertahun-tahun lalu.
Dampak Positif
Tentunya, kita semua sepakat bahwa daerah yang bisa dimekarkan adalah yang benar-benar telah memenuhi syarat dan tidak akan membebani keuangan negara lagi ketika sudah terlepas dari daerah induknya.
Dari berbagai kajian akademis, pemekaran wilayah tak ayal merupakan salah satu jalan mendekatkan nikmat hasil pembangunan kepada rakyat. Keleluasaan mengelola daerah sendiri dengan berbasis pada karakteristik dan kekayaan budaya lokal yang relatif homogen tentu menjadi supporting faktor bagi kemajuan daerah.
Dengan pemekaran wilayah baru, pos-pos lapangan kerja profesional dan non-formal tentu akan terbuka seiring dengan kebutuhan birokrasi dan kelengkapan aparat pemerintahan. Artinya, rakyat punya peluang yang lebih besar untuk bisa mengabdi pada daerah kelahirannya sendiri dibandingkan sebelum pemekaran.
Kekayaan dan kearifan budaya lokal di Tana Luwu, merupakan modal sosial yang sangat startegis membangun kesamaan visi dalam mengawal pembangunan untuk mengejawantahkan spirit Tana Luwu – Wanua Mappatuo Naewai Alena. Sebuah semangat mandiri untuk memberikan kesejahteraan bagi siapa saja yang hidup di Tana Luwu.
Propinsi Tana Luwu
Saya yakin, Tana Luwu adalah salah satunya yang “layak” dimekarkan menjadi propinsi, dengan atau tanpa pemekaran Kabupaten Luwu Tengah yang meliputi wilayah Wallenrang dan Lamasi saat ini.
Jika nanti dimekarkan, saya pribadi lebih suka jika namanya adalah Propinsi Tana Luwu, bukan Luwu Raya karena alasan historis dan sosiologis. Sementara Kabupaten Luwu saat ini diubah namanya menjadi Kabupaten Luwu Selatan.
Kita berharap, setelah Pemilu 2019 nanti, kedua PP (PP tentang Penataan Daerah dan PP tentang Desain Besar Penataan Daerah) bisa segera disahkan oleh pemerintah sehingga aspirasi rakyat untuk bisa hidup lebih mandiri dalam wilayah otonom barunya masing-masing bisa terwujud, termasuk kita semua di Tana Luwu.
Masih teringat ucapan Gubernur Sulawesi Selatan saat ini, Prof. Nurdin Abdullah sewaktu kampanye Pilgub beberapa bulan lalu — meski tak dapat menjanjikan pembentukan Propinsi — tetapi beliau berjanji akan membantu wilayah Tana Luwu “siap” menjadi sebuah Propinsi.
Karena itu, kita di Tana Luwu seharusnya juga mulai ‘mempersiapkan diri’ menyambut Propinsi baru jika waktunya telah tiba. Salah satu caranya adalah dengan membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas pada sebanyak mungkin lini kehidupan.
Sektor pendidikan dan kesehatan adalah investasi berharga yang harus dikedepankan oleh 4 Pemerintah Daerah di Tana Luwu. Buka kesempatan sekolah seluas-luasnya kepada setiap pemuda yang ingin belajar, bahkan hingga sampai level Doktoral. Berikan beasiswa yang dibutuhkan dan ikat komitmen mereka untuk kembali ke Tana Luwu jika telah selesai studi.
Selain itu, layanan kesehatan murah, mudah dan terjangkau harus menjadi prioritas untuk memastikan rakyat dapat hidup sehat tanpa kendala berarti di seluruh wilayah Tana Luwu.
Kerjasama keempat Pemerintah Daerah di Tana Luwu mutlak dilakukan, bukan hanya dari aspek budaya saja, melainkan pada semua aspek pembangunan startegis dalam rangka bersiap menyambut Propinsi Tana Luwu – Wanua Mappatuo Naewai Alena.
*Artikel ini dimuat di koran Palopo Pos edisi Selasa (08/01/19) dengan judul “Bersiap Menyambut Provinsi Tana Luwu”