Sulawesi Selatan, sebagai salah satu provinsi dengan kekayaan budaya dan sumber daya manusia yang melimpah, memiliki sejarah panjang dalam dunia olahraga. Tidak sedikit atlet Sulsel yang berhasil menorehkan tinta emas di pentas nasional maupun internasional.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, geliat prestasi olahraga Sulsel seakan meredup. Euforia kemenangan hanya sesekali terdengar, dan tak jarang justru dibayang-bayangi persoalan internal organisasi, lemahnya sistem pembinaan, serta minimnya perhatian serius dari pemangku kebijakan.
Dalam konteks ini, saya memandang bahwa revitalisasi prestasi olahraga Sulsel seharusnya bukan hanya sekadar soal mengejar medali, tetapi lebih pada bagaimana kita membangun sistem yang kokoh, berkesinambungan, dan berkeadilan.
Prestasi sejati lahir dari ekosistem yang sehat, bukan dari pola instan yang hanya berorientasi pada pencapaian sesaat.
KONI sebagai Pilar Utama
Ketika berbicara tentang pembinaan olahraga daerah, tentu tidak bisa dilepaskan dari peran strategis KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Sebagai induk organisasi olahraga, KONI seharusnya menjadi motor penggerak utama dalam memetakan potensi, membina atlet, dan mengarahkan strategi peningkatan prestasi daerah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kinerja KONI Sulsel belum sepenuhnya optimal.
Salah satu akar masalahnya terletak pada aspek tata kelola. Kepengurusan KONI kerap kali diwarnai tarik-menarik kepentingan yang lebih bersifat politis ketimbang profesional. Hal ini menciptakan dinamika internal yang kontraproduktif terhadap tujuan utama organisasi.
Dalam banyak kasus, pemilihan pengurus tidak sepenuhnya berbasis pada kompetensi dan dedikasi terhadap dunia olahraga, melainkan lebih karena faktor afiliasi dan kekuatan lobi.
Di sinilah pentingnya mengembalikan marwah KONI sebagai lembaga yang harus tunduk pada regulasi dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan sudah secara tegas mengatur standar penyelenggaraan organisasi olahraga, termasuk soal transparansi, akuntabilitas, dan sistem pembinaan yang terstruktur. Sayangnya, tidak semua pengurus KONI daerah benar-benar memahami dan mematuhi aturan ini.
Revitalisasi KONI harus dimulai dengan pembenahan struktur dan komposisi personalia pengurus organisasi yang bersih dari kepentingan sesaat.
Pengurus KONI wajib diisi oleh mereka yang memiliki rekam jejak dan komitmen terhadap dunia olahraga. Bukan sekadar “orang dekat” penguasa atau figur yang hanya mencari panggung politik.
Perbaikan Sistem Pembinaan
Seringkali kita terjebak dalam euforia jangka pendek—mempersiapkan atlet hanya saat ada ajang besar seperti PON atau Kejurnas, tanpa fondasi pembinaan yang konsisten. Ini adalah pendekatan yang keliru dan tidak akan pernah melahirkan prestasi berkelanjutan.
Revitalisasi olahraga Sulsel harus berangkat dari filosofi pembinaan jangka panjang (long term athlete development).
Atlet tidak dilahirkan dalam semalam. Mereka membutuhkan proses yang terstruktur, mulai dari pengenalan olahraga di tingkat sekolah dasar, pembinaan intensif di tingkat pelajar dan remaja, hingga pembentukan atlet profesional di level dewasa.
Sulsel memiliki banyak potensi atlet muda berbakat, terutama dari daerah-daerah pelosok. Sayangnya, tanpa sistem scouting yang baik dan dukungan fasilitas, potensi tersebut sering kali terpendam. KONI bersama pemerintah daerah harus aktif melakukan pemetaan bakat dan membuka jalur pembinaan hingga ke tingkat desa dan kecamatan.
Selain itu, kualitas pelatih dan tenaga pendukung juga harus menjadi perhatian. Tidak sedikit pelatih di daerah yang masih mengandalkan metode konvensional tanpa dukungan ilmu sport science yang sudah menjadi standar di tingkat nasional dan internasional. Pelatih yang berkualitas adalah kunci dalam melahirkan atlet berprestasi.
Infrastruktur Olahraga
Tak bisa dipungkiri, infrastruktur olahraga di Sulsel masih jauh dari kata ideal. Banyak fasilitas yang terbengkalai, kurang terawat, atau bahkan tidak memenuhi standar. Stadion yang megah bukan jaminan kemajuan jika hanya menjadi monumen tanpa aktivitas pembinaan di dalamnya.
Pemerintah daerah perlu mengubah cara pandang terhadap pembangunan fasilitas olahraga. Fokusnya bukan pada proyek fisik semata, melainkan pada pemanfaatan jangka panjang.
Pusat pelatihan terpadu, lapangan khusus untuk cabang olahraga minoritas, dan fasilitas pelatihan atletik modern adalah kebutuhan nyata, bukan sekadar pelengkap anggaran pembangunan.
Pendanaan Berkesinambungan
Salah satu problem klasik dalam pembinaan olahraga di daerah adalah soal pendanaan. KONI dan cabang olahraga sering kali bergantung penuh pada anggaran pemerintah daerah. Padahal, ketergantungan ini membuat organisasi rentan terhadap dinamika politik dan fluktuasi anggaran tahunan.
Solusinya? Membangun skema pendanaan alternatif. Sponsorship dari sektor swasta, kolaborasi dengan BUMN atau BUMD, hingga program crowdfunding bisa menjadi opsi untuk mendukung pembinaan atlet. KONI harus mampu menjual potensi atlet dan prestasi olahraga sebagai “produk” yang menarik bagi investor.
Lebih jauh, transparansi dalam pengelolaan anggaran olahraga mutlak diperlukan. Publik harus tahu ke mana dana dialokasikan, berapa yang digunakan untuk pembinaan atlet, dan berapa yang habis untuk operasional organisasi. Akuntabilitas ini penting untuk menjaga kepercayaan sponsor dan masyarakat.
Budaya Olahraga
Sulsel tidak akan pernah kekurangan talenta jika budaya olahraga tertanam kuat dalam masyarakat. Sayangnya, olahraga saat ini lebih banyak dipandang sebagai aktivitas kompetitif semata, bukan sebagai gaya hidup sehat dan sarana pembangunan karakter.
Pemerintah daerah harus menghidupkan kembali semangat olahraga di tingkat akar rumput. Program seperti car free day dengan agenda olahraga massal, lomba-lomba komunitas, dan turnamen antar-sekolah bisa menjadi motor penggerak.
Lebih dari itu, dunia pendidikan juga harus dilibatkan. Kurikulum olahraga di sekolah harus diperkuat, bukan sekadar aktivitas pelengkap.
Anak-anak harus diperkenalkan pada berbagai cabang olahraga dan diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.
***
Revitalisasi prestasi olahraga Sulsel adalah proyek jangka panjang. Ia membutuhkan visi, komitmen, dan kerja kolektif dari semua pihak—pemerintah, KONI, pelatih, atlet, komunitas, hingga masyarakat umum.
Jika kita hanya mengejar medali tanpa membangun sistem, maka prestasi yang lahir hanyalah ilusi sementara. Namun, jika kita fokus membangun fondasi yang kokoh, prestasi akan datang sebagai buah dari kerja keras dan dedikasi.
Saatnya Sulsel bangkit dan menjadi rumah bagi atlet-atlet hebat yang tidak hanya mengharumkan nama daerah, tetapi juga bangsa. Dan itu semua harus dimulai sekarang, dengan langkah nyata, bukan sekadar retorika. (*)
Oleh: Asri Tadda (Ketua DPW Gerakan Rakyat Sulsel)