Saya tergerak menulis hal ini setelah melihat berita dari MasambaPos.com tentang aksi Aliansi Masyarakat Baebunta Selatan Luwu Utara.
Mereka protes pemerintah daerah karena jalan penghubung antar-desanya rusak parah dan tak kunjung diperbaiki.
Di banyak daerah, kualitas jalan penghubung antar-desa kerap tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah setempat.
Padahal jalan yang baik adalah salah satu syarat pertumbuhan ekonomi daerah.
Warga kampung sebenarnya tidak butuh banyak, dan mereka tidak akan protes pada pemerintah jika usaha mereka berjalan dengan baik, dimana infrastruktur dan fasilitas penunjang usaha layak tersedia.
Selebihnya adalah stabilitas sosial dan politik. Warga kampung butuh ini agar bisa bekerja dan berusaha dengan tenang.
Sayangnya, Pilkada Langsung itu telah merenggut banyak hal dari guyubnya warga di kampung-kampung.
Beberapa bulan ke depan, momentum itu kembali akan diulangi.
Sekarang, aura pertikaian, saling sindir, yang bahkan sudah menjurus pada permusuhan nyata, sudah mulai kelihatan. Bahkan di sosmed, sudah banjir akan hal ini.
Padahal, para warga ini, dulu sebelum era Pilkada Langsung, masih akur, damai dan saling bantu.
Sekarang, tidak lagi seperti itu. Saling curiga, saling mengidentifikasi ini orangnya si A atau si B, dlsb. Sangat miris melihat kondisi ini.
Antar-warga saling mencerca, menyindir dan membanggakan jagoannya masing-masing.
Sampai kapan kita akan begini? Toh, saat jagoan mereka nanti terpilih, lalu apa yang bisa didapatkan?
Dekat dengan 01 mungkin iya. Itu hanya personal saja. Namun, apakah ada jaminan perubahan dan perbaikan kehidupan warga kampung secara keseluruhan?
Apakah akan ada perbaikan jalan-jalan desa dan infrastruktur penunjang kehidupan warga kampung lainnya? Apakah daya beli dan ekonomi warga akan jauh lebih baik? Belum tentu.
Padahal perubahan, dan perbaikan kualitas kehidupan warga, itulah yang jadi tujuan kontestasi politik dilakukan. Bukan untuk tujuan personal, tetapi untuk kepentingan komunal, kepentingan masyarakat luas. (*)